Sabtu, 19 Januari 2013

Pemimpin Bukan Penguasa

Masyarakat pada umumnya menganggap seorang pemimpin adalah sosok yang menjadi   atasan sebuah kelompok, organisasi atau skub yang lebih besar, tanpa melihat lebih jauh latar belakang kepribadian dan seberapa jauh reputasi dan jasanya dalam mengabdi dan melayani masyarakat.
Secara spontan masyarakat mungkin terpikat dengan gaya bicaranya, janji-janjinya yang mampu
membius dan mengambil hati mereka. Apalagi ditunjang dengan kondisi materi yang lebih.
Seperti yang terjadi di era sekarang, memilih pimpinan secara instan dengan suara terbanyak tanpa seleksi yang ketat, misal latar belakang pendidikan, serta prestasi dan kontribusinya terhadap pelayanan kepada masyarakat. Bukankah itu sama saja dengan lotre dan itu beresiko tinggi bagi nasib yang dipimpinnya.

Formalitas menentukan pimpinan lewat pemilihan umum diperlukan oleh negara yang menganut demokrasi dengan sistem yang mengikatnya.Sementara suara terbanyak bukan menjadi ukuran atau tidak menjamin seorang yang mereka.pilih adalah yang terbaik untuk dijadikan atasan. Bahkan diera sekarang banyak sekali dijumpai praktek-praktek yang menyimpang demi untuk mendapat perolehan suara terbanyak dengan jalan memanipulasi data, dan yang lebih parah lagi calon pemimpin membeli hak suara dengan uang, hadiah dan janji-janji yang kebanyakan palsu atau bohong. Dan itu dianggap biasa dalam dunia perpolitikan sekarang ini, yang telah menjadi budaya yang seolah pemimpin harus bermodal besar. Hal ini tentu mengakibatkan sangat sulitnya kita  untuk mencari figur pemimpin yang sesuai dengan kriteria dan karakter seorang pemimpin yang diidam-idamkan, atau setidaknya sanggup melayani kebutuhan dan harapan hingga kesejahteraan lahir dan batin terpenuhi dalam kelompok masyarakat negara ataupun dalam skala-skala lain yang memerlukan pimpinan.

Kita sebagai masyarakat yang awam dengan perpolitikan setidaknya hati-hati dalam hal diatas.
Akan sangat panjang jika kita membahas kelebihan-kelebihan serta kekurangan pemimpin.
Yang terpenting adalah tidak terjebak segala iming-iming maupun muluknya janji tentang kemajuan dan kesejahteraan yang diobralkan calon pemimpin, seperti iklan rokok. Nurani lebih dapat dipercaya dari gebyarnya reklame calon pimpinan.Dan hati-hatilah dengan namanya demokrasi. Demokrasi boleh dipakai selama tetap menerapkan kaidah, keputusan, dan hukum tertinggi adalah hukum-hukum Allah Tuhan Yang Maha Kuasa.

Semoga diera mendatang kita semua masih melihat pemimpin yang bukan sekedar pimpinan atau penguasa. Yakni figur yang menjadi suri tauladan, ikhlas melayani, rendah hati, selalu senasib sepenanggungan terhadap rakyat, dan yang tidak kalah penting adalah mampu memanagement kesenjangan  kondisi ekonomi yang makin parah, serta merta mempunyai solusi bukan hanya teori.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar